NOT KNOWN FACTUAL STATEMENTS ABOUT BUKU TEKS SIRAH TAHUN 5

Not known Factual Statements About buku teks sirah tahun 5

Not known Factual Statements About buku teks sirah tahun 5

Blog Article

(Hadits ini disebutkan oleh Ibnu Sa’d: I/216) Kami telah memaparkan sebelumnya jawaban Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam kepada ‘Utbah bin Rabî’ah berupa keinginannya untuk menegosiasi beliau dengan gemerlap duniawi, serta apa yang dipahami dan diharapankan olehnya terkait dengan kemenangan yang akan dicapai oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Demikian pula, tentang jawaban Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam terhadap delegasi terakhir yang mendatangi Abu Thalib. Ketika itu beliau secara terus terang meminta kepada mereka satu rangkaian kata saja yang apabila mereka memberikannya, maka semua bangsa Arab akan tunduk kepada mereka dan mereka dapat menguasai orang-orang asing. Khabbab bin al-Aratt berkata: “Aku mendatangi Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam saat beliau tidur dengan berbaring di atas burdahnya dan berteduh di bawah naungan Ka’bah. Kami juga saat itu telah mengalami penyiksaan berat dari kaum Musyrikun. Lantas aku berkata: ‘tidakkah engkau berdoa kepada Allah!’ (agar menolong para shahabat-purple). mendengar ucapan ini, beliau langsung duduk sedangkan raut wajahnya tampak memerah sembari berkata: ‘sungguh, orang-orang sebelum kalian pernah diseset dengan sesetan besi panas yang menusuk daging hingga mengenai tulang belulang dan urat. Akan tetapi hal itu semua tidak membuat mereka bergeming sedikitpun dari dien mereka. Sungguh

tidak ada yang berindikasi pengaruh racun. Namun Rasulullah sendiri menyinggung adanya hubungan antara usaha percobaan meracun beliau dengan penyakit yang diidapnya. Penyakit yang menyebabkan wafatnya. Agar persoalannya menjadi lebih jelas kami akan memaparkan dengan singkat peristiwa percobaan meracun Rasululah dari riwayat versi al-maghazi karya Muhammad ibn Umar AlWaqidi, meski menurut ulama hadis belakangan, al-Waqidi adalah yang ‘tertuduh’, barangkali karena ia tidak mengikuti cara dan pendekatan yang dianut mereka dalam meriwayatkan suatu berita. Agak berbeda memang dengan pendekatan ilmu hadis dan hal ini tidak menyenangkan bagi ulama hadis. Untuk itu Ibn Katsier berkata: “al-Waqidi memuat berita-berita tentang wafatnya Rasulullah secara berlebihan dan sarat dengan informasi yang cukup aneh. Kelemahannya terdapat pada komposisi sanad yang lemah, teks yang tidak akurat terutama menyangkut berita-berita yang diceritakan oleh para ‘tukang hikayat’ masa belakangan. Riwayat-riwayat tersebut umumnya palsu tentunya, sedangkan dalam hadis-hadis shahih dan hasan yang termuat dalam kitab-kitab hadis populer sudah tersedia. Dengan demikian, tidak perlu memperhatikan ‘omong kosong’ dan berita-berita yang tidak diketahui sanadnya.” Mengenai hadis racun, para perawi yang diandalkan mengatakan bahwa setelah Rasulullah Noticed menduduki dan menguasai Khaebar seorang wanita bernama Zainab binti Al-Harits ibn Abi AlHaqiq dengan penuh dengki berencana meracun Rasulullah. Pertama-tama ia mencari tahu bagian manakah dari daging kambing yang paling disukai oleh Muhammad? Mereka menjawab: kaki depan dan bahunya. Maka ia pun menangkap seekor kambing piaraannya dan memotongnya lalu ia minta tolong kepada orang-orang Yahudi untuk menunjukkan racun yang paling ampuh. Merekapun memberi kan kepadanya kemudian ia memasangnya pada kambing (yang sudah terpotong) dengan memperbanyak pada bagian kaki depan dan bahu.

sedekat-dekatnya". (Az-Zumar:three). "Dan, mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) manfaat, dan mereka berkata: 'mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami disisi Allah". (Yunus: eighteen). Orang-orang Arab juga mengundi nasib dengan sesuatu yang disebut al-azlam atau anak panah yang tidak ada bulunya. Anak panah itu ada tiga jenis: satu jenis ditulis dengan kata "ya", satu lagi ditulis dengan kata "tidak" dan jenis ketiga dengan kata "dibiarkan". Mereka mengundi nasib untuk menentukan apa yang akan dilakukan, seperti bepergian, menikah atau lain-lainnya, dengan menggunakan anak panah itu. Jika yang keluar tulisan "ya", mereka melaksanakannya, dan jika yang keluar adalah tulisan "tidak" , mereka menangguhkannya pada tahun itu hingga mereka melakukannya lagi. Dan jika yang mncul adalah tulisan "dibiarkan" mereka mengulangi undiannya. Ada lagi jenis lain, yaitu tulisan "air" dan "tebusan", begitu juga tulisan "dari kalian", "bukan dari kalian" atau "disusul". Bila mereka ragu terhadap nasab seseorang mereka membawanya ke hubal dan membawa serta juga seratus hewan kurban lalu diserahkan kepada pengundi. Dalam hal ini, jika yang keluar adalah tulisan "dari kalian", maka dia diangkat sebagai penengah/pemutus perkara diantara mereka. Jika yang keluar tulisan "bukan dari kalian" maka dia diangkat sebagai sekutu. Sedangkan jika yang keluar adalah tulisan "disusul" maka kedudukannya di tengah mereka adalah sebagai orang yang tidak bernasab dan tidak diangkat sebagai sekutu.

3. Rasa tanggung jawab Para shahabat menyadari secara penuh akan besarnya tanggung jawab yang dipikulkan ke pundak manusia. Tanggung jawab ini tidak dapat dielakkan dan diselewengkan betapapun kondisinya sebab keteledoran dan lari dari rasa tanggung jawab ini memiliki implikasi yang sangat besar dan berbahaya daripada penindasan yang dirasakan oleh mereka. Kerugian yang diderita oleh umat manusia secara keseluruhan bila lari darinya, tidak dapat diukur dengan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi akibat dari beban yang ditanggung tersebut. 4. Iman kepada Akhirat Ini merupakan salah satu faktor yang menguatkan tumbuhnya rasa tanggung jawab tersebut. Mereka memiliki keyakinan yang kuat bahwa mereka akan dibangkitkan kelak menghadap Rabb semesta alam, amal mereka dihisab dengan sedetail-detailnya; besar dan kecilnya.

Buku ni memang bagus untuk hadam kehidupan Rasulullah Observed. Bagi saya, satu karya dan kerja terjemahan yang sangat bertanggungjawab. Kalau kata sayang Rasulullah Observed, jadikan buku ni koleksi wajib di rak buku anda dan sudah tentu kena wajib baca. Harga ekonomi dan mampu milik.

mengundang keluarga terdekatnya, Bani Hasyim. Mereka datang memenuhi undangan itu disertai oleh beberapa orang dari Bani al-Muththalib bin 'Abdi Manaf. Mereka semua berjumlah sekitar 45 orang laki-laki. Namun tatkala Rasulullah ingin berbicara, tiba-tiba Abu Lahab memotongnya sembari berkata: "mereka itu (yang hadir) adalah pamanpamanmu, anak-anak mereka; bicaralah dan tinggalkanlah masa kekanak-kanakan! Ketahuilah! Bahwa kaummu tidak memiliki cukup kekuatan untuk melawan seluruh bangsa Arab. Akulah orang yang berhak membimbingmu. Cukuplah bagimu suku-suku dari pihak bapakmu. Bagi mereka, jika engkau ngotot melakukan sebagaimana yang engkau lakukan sekarang, adalah lebih mudah ketimbang bila seluruh suku Quraisy bersama-sama bangsa Arab bergerak memusuhimu. Aku tidak pernah melihat seseorang yang datang kepada suku-suku dari pihak bapaknya dengan membawa suatu yang lebih jelek dari apa yang telah engkau bawa ini". Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam hanya diam dan tidak berbicara pada majlis itu. Kemudian beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam mengundang mereka lagi, dan berbicara: "alhamdulillah, aku memujiNya, meminta pertolongan, beriman serta bertawakkal kepadaNya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah semata Yang tiada sekutu bagiNya". Selanjutnya beliau berkata: "sesungguhnya seorang pemimpin tidak mungkin membohongi keluarganya sendiri. Demi Allah yang tiada Tuhan selainNya! Sesungguhnya aku adalah Rasulullah yang datang kepada kalian secara khusus, dan kepada manusia secara umum.

POSISI BANGSA ARAB DAN KAUMNYA Pada hakikatnya istilah Sirah Nabawiyah merupakan ungkapan tentang risalah yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wasallam kepada manusia, untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dari 'ibadah kepada hamba menuju 'ibadah kepada Allah. Dan tidak mungkin bisa menghadirkan gambarannya yang amat menawan secara pas dan mengena kecuali setelah melakukan perbandingan antara latar belakang risalah ini (risalah Nabawiyyah) dan pengaruhnya. Berangkat dari sinilah kami merasa perlu mengemukakan fasal yang berbicara tentang kaum-kaum 'Arab dan perkembangannya sebelum Islam, serta tentang kondisi-kondisi saat Nabi Muhammad diutus. Posisi Bangsa Arab Menurut bahasa, 'Arab artinya padang pasir, tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya. Sebutan dengan istilah ini sudah diberikan sejak dahulu kala kepada jazirah Arab, sebagaimana sebutan yang diberikan kepada suatu kaum yang disesuaikan dengan daerah tertentu, lalu mereka menjadikannya sebagai tempat tinggal. Jazirah Arab dibatasi Laut Merah dan gurun Sinai di sebelah barat, di sebelah timur dibatasi teluk Arab dan sebagian besar negara Iraq bagian selatan, di sebelah selatan dibatasi laut Arab yang bersambung dengan lautan India dan di sebelah utara dibatasi negeri Syam dan sebagian kecil dari negara Iraq, sekalipun mungkin ada sedikit perbedaan dalam penentuan batasan ini.

“Batas-batas geografis negeri yang terdiri dari Madinah, pemukiman suku-suku yang ada di sekitarnya dan semua tempat pemukiman suku yang mengakui legalitas Piagam”. Dengan begitu wilayah kekuasaan Madinah bertambah luas setelah suku-suku yang bermukim di sekitarnya bergabung kedalam kelompok umat Islam.

Sejenak kita kembali menemani perjalanan Rasulullah dan balatentaranya di saat melewati IrqizZabiya yang belum begitu jauh meninggalkan Madinah, di mana beliau ditemui oleh seorang badui yang membawa berita mengenai kafilah. Sebuah informasi yang sebenarnya tidak begitu berharga. Kemudian beliau melanjutkan perjalanan hingga tiba di Rouha pada malam Rabu pertengahan Ramadlan. Di sana beliau bermalam; dan pada pagi hari melanjutkan perjalanan melalui telaga Rouha yang banyak belokan. Mereka menamakan telaga tersebut dengan julukan telaga sagasig, mirip dengan kata zigzag dalam bahasa Eropa. Segera setelah melewati telaga dan semakin mendekati Badr, beliau menganjurkan kepada para sahabat untuk membatalkan puasa karena melihat ada kemungkinan perang, namun kaum muslim masih tetap melanjutkan puasa. Ketika tiba di lereng bukit beliau memilih tempat perkemahan pasukan dan mengajak sahabatnya berunding dan musyawarah untuk menentukan keputusan akhir. Di sini kita menyaksikan suatu pemandangan yang kurang menarik perhatian para penulis klasik akan makna dan kandungannya yang amat penting. Sewaktu pasukan berangkat dari Madinah, tujuan yang tertanam dalam benak mereka adalah mencegat dan menyerang kafilah. Ini berarti bahwa kemungkinan akan adanya perang jauh dari perhitungan mereka. Kemungkinan tersebut semakin nampak sehingga Rasulullah merasa perlu merundingkan situasi baru tersebut bersama para sahabat. Sekiranya bukan Muhammad pasti secara apriori sudah beranggapan bahwa para pengikut harus tunduk dan patuh melaksanakan kemauan pemimpinnya untuk bertempur. Tapi Rasulullah adalah demokrat sejati yang menghormati konstitusi. Beliau sangat memperhatikan perlunya memaparkan persoalan di hadapan jamaah untuk mereka diskusikan kemudian menyatakan pendapat masing-masing secara jelas, karena kepemimpinan adalah tanggung jawab besar dan jamaahlah yang selayaknya menentukan keputusan.

tersebut adalah : bahwa orang-orang yang berhaji tersebut tidak melempar pada hari Nafar hingga salah seorang dari kaum "Shûfah" tersebut melakukannya terlebih dulu, kemudian bila semua telah selesai melaksanakan prosesi ritual tersebut dan mereka ingin melakukan nafar/pulang dari Mina, kaum "Shûfah" mengambil posisi disamping kedua sisi (jumrah) 'Aqabah, dan ketika itu, tidak boleh seorang pun lewat kecuali setelah mereka, kemudian bila mereka telah lewat barulah orang-orang diizinkan lewat. Tatkala kaum "Shûfah" sudah berkurang keturunannya/musnah, tradisi ini dilanjutkan oleh Bani Sa'd bin Zaid Munah dari suku Tamim. Melakukan ifâdhah (bertolak) dari Juma', pada pagi hari Nahr (hari penyembelihan hewan qurban) menuju Mina ; urusan ini diserahkan kepada Bani 'Udwan. Merekayasa bulan-bulan Haram (agar tidak terkena larangan berperang didalamnya-penj); urusan ini ditangani oleh Bani Tamim dari keturunan Bani Kinanah. Periode kekuasaan Khuza'ah berlangsung selama tiga ratus tahun. Pada periode ini kaum 'Adnan menyebar di kawasan Najd, pinggiran 'Iraq dan Bahrain. Sedangkan keturunan Quraisy ; mereka hidup sebagai Hallul (suku yang suka turun gunung) dan Shirm (yang turun gunung guna mencari air bersama unta mereka) dan menyebar ke pinggiran kota Mekkah dan menempati rumah-rumah yang berpencar-pencar di tengah kaum mereka, Bani Kinanah.

bersifat duniawi hanyalah "dua zat yang berwarna hitam, kurma dan air" sebagaimana ungkapan penyair. Pertanyaannya apakah aktifitas seberat ini tidak mempengaruhi kesehatan Rasulullah? Sungguh menarik hasil-hasil mu'tamar yang pernah diadakan di Universitas Johns Hobkens, Amerika Serikat tentang penyakit-penyakit singkat. Didapatkan bahwa tubuh manusia menghitung segala sesuatu ibarat 'argo'forty; setiap cedera atau penyakit yang menimpa tubuh walaupun sudah pulih kembali akan tetap meninggalkan bekas dalam tubuh baik dirasakan atau tidak. Setiap penyakit atau cedera tersebut telah mematikan salah satu daya tahan tubuh atau sistim pertahanannya. Untuk itu mereka mengusulkan agar setiap manusia tidak boleh tidak harus istirahat full selama sebulan setiap tahun untuk memberikan kesempatan kepada tubuh melakukan rekonstruksi sistim pertahanannya. Sudah barang tentu perjalan Rasulullah ke Thaif telah mempengaruhi kondisi kesehatannya dan tentu beliau tidak memperoleh kesempatan istirahat dalam rangka rekonstruksi sistim pertahanan tubuhnya, yang terjadi justru sebaliknya. Setelah kembali dari Thaif kesulitan yang dihadapi bertambah banyak yang memerlukan akifitas dan pemikiran lebih intensif sampai tiba masanya beliau berhijrah ke Madinah. Setelah hijrah periode perjuangannya memasuki period baru sehingga tanggung jawab dan akitifitas semakin membengkak yang pada gilirannya semakin menekan energi beliau. Pada saat yang sama beliau tidak mendapatkan kesempatan untuk istirahat. Secara kedokteran diketahui bahwa banyak komponen-komponen yang terdapat dalam telinga, mata, otak, urat saraf, hati dan jantung yang tak dapat direkonstruksi jika sel-selnya musnah. Kami mengetengahkan hal ini karena banyak orang yang membaca Sirah, sejarah perjuangan Rasulullah seperti kepergian beliau ke Thaif lalu tidak menyadari bahwa kondisi kesehatan beliau akan terpengaruh oleh aktifitas seberat itu sedangkan Muhammad SAW tidak diciptakan dari besi.

Sebagai tambahan yang menjadikan buku ini benar-benar lengkap mengulas sirah Nabi, di bagian akhir diulas tentang akhlak dan berbagai keistimewaan Nabi Muhammad Noticed.

Penderitaan yang mereka alami sangat besar, dan yang dapat menandinginya hanyalah kerugian yang diderita oleh keluarga bani Makhzum. Namun pembesar bani Makhzum, yakni Abu Jahal ikut tewas bersama pembesar lainnya sehingga riwayat keluarga tersebut telah berakhir dan musnah, sementara Abu Sufyan yang merupakan pemimpin keluarga bani Abd Syams tidak ikut bertempur meski putranya ikut tewas. Abu Sufyan adalah tokoh Qureisy yang berpandangan jauh, berpikiran tenang dan tidak mudah terpengaruh oleh perasaan. Ia dapat dengan tenang mengambil alih tonggak kepemimpinan di Mekkah walaupun banyak pembesar Qureisy yang tidak mendukungnya. Dari pasca perang Badr hingga perang Khandaq Abu Sufyan, di kemudian hari akan tetap memegang tonggak kepemimpinan Qureisy, dan akan kembali lagi kepadanya setelah perang al-Hudeibiyah. Pada masa kepemimpinannya terbuka jalan bagi hubungan antara Islam dan Mekkah sebagai pendahuluan bagi masuknya Islam tanpa perang atau perlawanan yang hanya akan menghabiskan tenaga. Persoalan utama yang diderita oleh Abu Sufyan dalam dirinya sebenarnya adalah ketidak mampuannya mempercayai Islam sepenuh hati setelah Mekkah takluk karena materialisme dan loyalitasnya yang amat mendalam terhadap ideologi jahiliyah berikut wataknya yang 'kering-rasa'. Selama memimpin Qureisy dalam pergelutan melawan Islam tidak pernah melakukan hal-hal yang berarti. Padahal sebenarnya ia memiliki potensi untuk itu, penyebabnya adalah ia tidak mendapatkan dukungan penuh dari sebagian kelompok Qureisy seperti keluarga more info bani Zuhrah. Abu Sufyan bersikeras tidak boleh menangisi orang-orang yang telah tewas agar Muhammad dan kaum muslim tidak memandang rendah. Seluruh perhatiannya terpusat pada balas dendam, seakan-akan persoalan antara Mekkah dengan umat Islam adalah persoalan balas dendam.

Kedua tangannya sudah tidak mampu lagi menahan beratnya batu hingga dia melemparnya. Menyaksikan kejadian itu, para pemuka Quraisy segera menyongsongnya sembari bertanya: “ada apa denganmu wahai Abu al-Hakam?”. “aku sudah berdiri menuju ke arahnya untuk melakukan apa yang telah kukatakan semalam, namun ketika aku mendekatinya seakan ada onta jantan yang menghalangiku. Demi Allah! aku tidak pernah sama sekali melihat sesuatu yang menakutkan seperti rupanya, juga seperti punuk ataupun taringnya. Binatang itu ingin memangsaku”, Katanya. Ibnu Ishaq berkata: “disebutkan kepadaku bahwa Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: ‘itu adalah Jibril 'alaihissalaam ; andai dia (Abu Jahal-pink) mendekat pasti akan disambarnya”. Negosiasi dan Kompromi Manakala kaum Quraisy gagal berunding dengan cara merayu, mengiming-iming serta mengultimatum, demikian juga, Abu Jahal gagal melampiaskan kedunguan dan niat jahatnya untuk menghabisi beliau; mereka seakan tersadar untuk merealisasikan keinginan lainnya dengan cara mencapai jalan tengah yang kiranya dapat menyelamatkan mereka. Mereka sebenarnya, tidak menyatakan secara tegas bahwa Nabi Shallallâhu 'alaihi

Report this page